Leuwiliang – Di tengah riuh semangat para santri mengikuti pembelajaran di kelas, Muhammad Habib Mubarak yang akrab disapa Barok menceritakan pengalamannya ke tim ELSSI di depan kelas. Santri yang telah bertugas mengajar santri tingkat Ibtida’ Pesantren Darul Hidayah itu mengaku memiliki prinsip ikut dan taat kepada guru (Pak Kiai – Pendiri Pesantren Darul Hidayah Leuwiliang).
MASA BELAJAR
Dulu usai lulus SMK tahun 2014, Barok langsung diarahkan oleh ibunya masuk pesantren. Sebenarnya Barok sendiri ingin sekali bekerja. Merasa memiliki ijazah dengan nilai yang cukup baik, lulusan jurusan manejemen ini percaya diri akan dapat pekerjaan yang layak. Namun keputusan sang ibu tak bisa dibantah, pesantren Darul Hidayah yang dikelola teman sekolah ibu Barok sendiri itu jadi tujuan tempat menempa diri menuntut ilmu.
Barok sempat tidak betah di pesantren pada tahun pertama karena kegiatannya yang tidak ia sangka-sangka. Barok harus menanam padi di sawah, membantu memberi pakan ternak ikan dan kambing, membantu pembangunan kobong santri, dan lainnya, yang ia tak duga dan selalu pertanyakan kenapa jadi santri pesantren salafiyah hidupnya jadi susah?
Belum genap satu bulan tinggal di pesantren, Barok kabur. Ia tak peduli melanggar aturan pesantren yang satu ini. Pelanggaran yang akan membawa pelakunya ke ruang pangkas rambut santri untuk digundul acak sebagai sanksi. Meski umumnya pesantren salafiyah tidak memiliki pagar pembatas, namun santrinya telah ditanamkan sedari awal tentang pengawasan Allah atau muroqobah, sehingga kondisi pesantren yang sederhana dijadikan sarana pelatihan diri bagi para penghuninya.
Setelah berdiskusi panjang, hari demi hari, selama kurang lebih dua bulan Barok berdiam di rumah, anak keempat dari lima bersaudara yang tinggal di Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor ini dapat diarahkan kembali oleh orangtuanya dibantu saudara laki-laki pertamanya, meski dengan berat hati dan merasa terpaksa. Barok sedikit banyak merasa termotivasi oleh saudara laki-laki pertama dan keduanya bahwa hidup dalam keberkahan menuntut ilmu dan berbakti kepada sang pemilik ilmu (guru) lebih patut dicapai daripada hidup dalam limpahan materi belaka tanpa makna. Semua saudara laki-laki Barok bersedia membantu penuhi kebutuhan Barok selama di pesantren.
Sekembalinya Barok ke pesantren, Barok memulai perjalanannya menuntut ilmu dengan semangat baru, semangat menggapai berkah ilmu agama. Sementara dunia dan kelezatannya, Barok telah yakini pasti akan mengikuti, karena rezeki itu telah digariskan oleh Ilahi Robbi.
Baca: Arsip ELSSI lainnya
Pak Kiai sering memotivasi Barok untuk lebih giat belajar, “Jangan mau kalah sama anak-anak usia SD di tingkat Ibtida’, kamu ‘kan sudah lulus SMK, jarak umur kamu dengan mereka cukup jauh, kamu harus sorogan hafalan kitab lebih sering dan lebih banyak dibanding mereka.”
Motivasi ini ternyata efektif bagi Barok untuk melesat naik tingkatan lebih cepat, dalam waktu dua tahun, Barok sudah dapat mengkaji kitab untuk tingkatan ‘Aliy. Teman-teman seangkatan yang usianya sama dengan Barok tersisa segelintir orang. Barok merasa mendapat kemudahan karena semakin hari ia semakin menggemari ilmu yang diberikan Pak Kiai dan guru-guru lainnya.
Tidak hanya ilmu yang dikaji dari kitab-kitab para ulama, tapi juga ilmu penghidupan yang diarahkan dan dibimbingkan oleh Pak Kiai dalam menjalani keseharian dipelajari Barok dan santri lainnya di pesantren salafiyah ini, seperti berladang, menanam padi di sawah, merawat ternak ikan dan kambing, hingga jadi kuli bangunan, bagaimana teknik membangun dan mengenal bahan-bahan bangunan yang diperlukan. Ternyata semua itu bisa dijadikan pembelajaran hidup sebagai penghidupan, dan sebagai sarana mentadabburi kebesaran dan kekuasaan Tuhan semesta alam.
Waktu kian cepat berlalu, tak terasa lima tahun Barok belajar dan belajar dan telah sering merasakan berkahnya ilmu dan penghidupan dari seorang guru. Prinsipnya, ikut dan taati arahan guru, insyallah jalan seberat dan sesulit apapun akan menemui jalan keluarnya, kuncinya ikhlas, sabar dan kerja keras. Hingga tahun 2019 awal, Barok mendapat tawaran untuk mengajar.
Awalnya Barok ragu mengajar, tapi satu momen mendorong Barok untuk tabah dan terus melanjutkan perjalanan. Di awal tahun itu juga, tak lama berselang setelah datang tawaran mengajar, datang kabar ayah Barok meninggal dunia, Barok memang tidak sempat menemui ayahnya, tapi ada pesan mendalam dari sang ayah melalui saudara laki-lakinya, Barok harus selesai belajar hingga mendapat ridho dari gurunya.
Tanpa pikir panjang, demi menjalankan pesan ayahnya dan menggapai ridho gurunya, Barok menerima tawaran mengajar dan mengabdi di pesantrennya selama tahun-tahun ke depan. Penuh onak duri tentu, menjalani pengalaman barunya, Barok merasa harus lebih bertahan, menambah kesabaran, keikhlasan dan kerja kerasnya dalam menghadapi santri baru.
MASA MENGAJAR
Barok bertugas mengajarkan kitab lughoh untuk santri tingkat Ibtida’ atau tingkat pertama pada waktu pagi seusai sholat shubuh. Mereka adalah santri baru yang notabene belum terbiasa dengan lingkungan barunya di pesantren, di antara mereka ada yang sulit beradaptasi, terbiasa dimanja orangtua, sering menangis karena tidak betah, pilih-pilih makanan yang disuka saja, dan lain-lain. Selain mengajar kitab di kelas, Barok juga bertanggung jawab mengelola kegiatan mereka.
Tugas mengelola kegiatan adalah tugas paling mengesankan sekaligus memberatkan. Barok terkesan karena tugas ini merupakan kesempatan baginya memandang sesuatu lebih luas, memperhatikan polah tingkah dan jenis karakter manusia dan menyadari kedewasaan diri sendiri dalam sikap dan keputusan. Sekaligus ia pun merasa berat, karena tanggung jawab yang besar sedang diemban dan dijalankan sebagai amanah dalam bertugas.
Barok harus mengatur jadwal petugas masak harian. Ada tipe santri yang enggan masak karena merasa telah dapat membeli bahan-bahan masakan. Ada yang malu masak, karena orangtua tidak kunjung mengirim bahan makanan atau uang bulanan. Tapi ada juga tipe santri yang gemar masak, sampai-sampai tidak tahu waktu, harusnya belajar dia malah masak. Ini semua harus diatur dan diawasi Barok sebagai pengajar dan pembimbing mereka.
Lalu bagaimana Barok juga harus mengatur kegiatan berladang dan beternak santri, mengatur kegiatan kemasyarakatan jika ada warga masyarkat yang mengundang hajatan, atau momen-momen acara keagamaan lainnya. Kegiatan ibadah harian pun jadi bagian tanggung jawab Barok. Bagaimana Barok mengingatkan santri sholat lima waktu, bagaimana ia mengejar santri yang bersembunyi saat waktu shubuh ke tempat yang tak diduga. Barok berusaha menikmati pengalamannya baik suka maupun duka.
Inilah segelintir dari banyak cerita santri penerima bantuan sosial dari para dermawan ELSSI Peduli yang telah berkontribusi untuk keberlangsungan pendidikan di pesantren-pesantren pelosok negeri. Mari terus berbagi kebaikan, partisipasi sekecil apapun boleh jadi hal besar bagi mereka yang membutuhkan. Terima kasih semoga Allah membalas amal shalih dermawan sekalian dengan pahala berlimpah. Aamiiin