Pemuda Surga Pemilik Dua Sayap – Di Bani Abdi Manaf (nenek moyang Rosululloh ﷺ, dan keturunannya, kabilah yang paling dekat dengan Nabi ﷺ) ada 5 orang yang sangat mirip dengan Rosululloh ﷺ. Mereka adalah: Abu Sufyan bin Al-Harits bin Abdul Muthalib, Beliau ini adalah sepupu Rosululloh ﷺ dan saudara sesusuan dengan Nabi ﷺ. Kemudian Futsam bin Al-Abbas bin Abdul Muthalib, dan dia juga merupakan sepupu Nabi ﷺ. Al Saib bin Ubaid bin Abdi Yazid bin Hasyim. Al Hasan bin Ali, cucu Rosululloh ﷺ dan ia merupakan orang yang paling mirip dengan Nabi ﷺ dibandingkan dengan yang lain. Dan Ja’far bin Abu Thalib, dia adalah saudara Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib.
Menanggung Kebutuhan
Pemuda Surga Pemilik Dua Sayap – Abu Thalib -meski dia adalah orang yang terpandang di kalangan bangsa Quraisy, dan memiliki posisi penting di kaumnya- namun ia adalah orang yang amat sulit hidupnya dan banyak anggota keluarganya. Kondisi tersebut semakin bertambah sulit dengan datangnya tahun paceklik yang terjadi pada bangsa Quraisy sehingga membuat semua panen menjadi gagal dan hewan-hewan ternak pun tidak dapat mengeluarkan susu. Ini semua membuat manusia hanya mampu mengkonsumsi tulang-tulang basah saja. Di kalangan Bani Hasyim –saat itu- tidak ada orang yang berkeluasan kecuali Muhammad bin Abdullah dan pamannya, Abbas.
Muhammad lalu berkata kepada Abbas: “Wahai paman, saudaramu Abu Thalib banyak sekali keluarganya. Engkau tahu sendiri bahwa banyak manusia yang kesusahan karena kemarau yang panjang serta wabah kelaparan. Marilah kita ke rumahnya untuk menanggung sebagian keluarganya. Aku akan menanggung seorang anaknya dan engkaupun menanggung seorang lagi dari anaknya, sehingga keduanya kita cukupi kebutuhannya.”
Abbas berkata: “Engkau telah mengajak kepada kebaikan dan engkau menyeru kepada kebajikan.” Kemudian keduanya berangkat dan bertemu dengan Abu Thalib. Keduanya berkata: “Kami datang berniat untuk meringankan beban keluargamu sehingga kesulitan dan penderitaan ini sirna dari diri manusia.” Abu Thalib berkata: “Kalian boleh mengambil siapa saja, selain Aqil.”
Maka Muhammad mengajak Ali dan menjadikan keluarganya. Sedangkan Abbas mengajak Ja’far dan menjadikannya sebagai keluarga. Ali terus tinggal bersama Muhammad hingga saat Alloh ﷻ mengutusnya sebagai seorang Nabi yang membawa agama petunjuk dan kebenaran. Dia menjadi orang pertama yang memeluk Islam dari kalangan pemuda. Ja’far pun terus tinggal dengan pamannya sampai ia tumbuh dewasa, masuk Islam dan berkecukupan bersamanya.
Abul Masakin
Pemuda Surga – Pemilik Dua SayapSaat Ja’far dan kaum muslimin yang hijrah ke Habasyah tiba di Madinah, Rosululloh ﷺ baru saja kembali dari Khaibar (benteng-benteng Yahudi yang berhasil ditaklukan oleh Rosululloh ﷺ pada tahun 7 H), setelah Alloh menaklukan daerah tersebut untuk Beliau. Begitu berjumpa Ja’far, Rosululloh ﷺ amat bergembira dan bersabda:
“Aku tidak mengerti, mengapa aku begitu gembira. Apakah karena Khaibar telah ditaklukan atau karena datangnya Ja’far?” Kaum muslimin semuanya, apalagi mereka yang faqir tidak mau kalah gembiranya dari Rosululloh ﷺ dengan kedatangan Ja’far. Ja’far begitu peduli dan sayang terhadap kaum fakir. Sehingga ia dijuluki dengan Abul Masakin (Ayahnya orang-orang miskin). Abu Hurairah menceritakan tentang pribadi Ja’far dengan ucapannya: “Ja’far adalah orang yang paling baik kepada kami –orang miskin-. Ia sering mengajak kami ke rumahnya dan memberi kami makan dengan apa yang ada di rumahnya. Sehingga bila semua makanan di rumahnya telah habis, maka ia akan memberikan kami bejana tempat minyak yang sama sekali sudah kosong. Bejana tersebut lalu kami belah dan kami jilati apa yang menempel dan tersisa di dalamnya.”
Panglima Mu’tah
Pemuda Surga Pemilik Dua Sayap – Ja’far tidak tinggal lama di Madinah. Pada tahun 8 hijriyah, Rasul ﷺ mempersiapkan pasukan untuk menghadapi pasukan Romawi yang berada di negeri Syam. Rasul menunjuk Zaid bin Haritsah untuk memimpin pasukan ini. Rasul berpesan: “Jika Zaid terbunuh atau tewas maka yang menjadi amir dalam pasukan ini adalah Ja’far bin Abi Thalib. Jika Ja’far terbunuh atau tewas maka yang akan menjadi amirnya adalah Abdullah bin Rawahah. Jika Abdullah bin Rawahah terbunuh atau tewas maka pasukan muslimin dipersilahkan menunjuk amir bagi mereka!”
Saat pasukan muslimin tiba di Mu’tah, yaitu sebuah desa yang terletak di pinggir negeri Syam di daerah Yordania, mereka mendapati bahwa pasukan Romawi telah menyiapkan 100 ribu prajurit yang didukung oleh 100 ribu lainnya dari penganut Nashrani bangsa Arab dari kabilah Lakhm, Judzam, Qudha’ah dan lain-lain.
Pasukan muslimin saat itu hanya berjumlah 3000 prajurit. Begitu kedua pasukan sudah bertemu dan peperangan berlangsung dengan sengit sehingga Zaid bin Haritsah tersungkur jatuh dan tewas hingga tak tertolong.
Serta-merta Ja’far melompat dari punggung kudanya yang berwarna pirang. Kemudian Ja’far menebas kaki-kaki kuda tadi dengan pedangnya sendiri agar pihak musuh tidak menggunakannya lagi. Ia lalu mengambil panji dan merangsek masuk ke barisan musuh sambil bersenandung:
Alangkah dekatnya surga. Ia amat indah dan sejuk airnya
Romawi, bangsa Romawi sudah tiba adzab baginya
Sebab ia adalah bangsa yang kafir dan jauh dari agama leluhurnya
Jika aku berjumpa dengan mereka, maka aku pasti akan menebasnya
Dia terus merangsek masuk ke barisan musuh dengan pedang terhunus sampai ia mendapat sebuah sabetan pedang yang memutuskan tangan kanannya. Lalu ia mempertahankan panji dengan tangan kirinya. Tidak berlangsung lama, tangan kirinya pun putus disabet musuh. Lalu ia mempertahankan panji tersebut dengan dada dan kedua lengan atasnya. Tidak berlangsung lama, maka akhirnya ia terkena sabetan yang ketiga sehingga tubuhnya terbelah dua. Maka panji kemudian direbut oleh Abdullah bin Rawahah. Ia pun terus berjuang sampai ia menyusul kedua sahabatnya.
Sayap Berwarna
Rosululloh mendengar berita gugurnya ketiga panglima perang Beliau. Rasul sangat bersedih begitu mendengarnya, lalu ia berangkat menuju rumah sepepupunya Ja’far bin Abi Thalib. Beliau mendapati istrinya Asma binti Umais yang bersiap-siap menyambut suaminya yang sudah tiada. Asma telah menumbukkan gandum, memandikan anak, memakaikan wewangian kepada mereka kemudian memakaikan mereka baju. Asma berkata: “Saat Rosululloh ﷺ datang ke rumah kami, aku melihat ada raut kesedihan yang menyelimuti wajahnya yang mulia. Maka aku mulai merasa khawatir, namun aku tidak mau bertanya kepada Beliau tentang Ja’far karena aku takut mendengar berita yang menyedihkan.”
Rosululloh ﷺ lalu memberikan salam dan berkata: “Bawa kesini, anak-anak Ja’far!” Maka akupun memanggilkan mereka. Maka anak-anakku berlarian ke arah Rasul dengan gembira. Mereka berebutan untuk dapat berada di pangkuan Rosululloh ﷺ. Rasul ﷺ merangkul mereka dan menciuminya. Mata Beliau penuh dengan air mata.
Aku (Asma) bertanya: “Ya Rosululloh, demi ibu dan bapakku, apa yang membuatmu menangis?! Apakah engkau telah menerima kabar tentang Ja’far dan kedua sahabatnya?”
Beliau menjawab: “Ya, mereka semua sudah menjadi syahid pada hari ini.” Pada saat itu, sirnalah senyum dari wajah anak-anak Ja’far yang masih kecil saat mereka mendengar ibu mereka menangis tersedu-sedu. Mereka diam tak bergeming seolah di kepala mereka sedang bersarang seekor burung.
Sedangkan Rosululloh ﷺ pergi ke luar sambil mengusap air matanya sambil berdo’a: “Ya Alloh, gantikan Ja’far bagi anak-anaknya. Ya Alloh, gantikan Ja’far bagi keluarganya.” Kemudian Rasul bersabda: “Aku melihat Ja’far di surga. Ia memiliki 2 sayap yang berlumuran darah dan bulu-bulunya diberi warna.”