Sedekah bukan hal yang aneh lagi bagi kaum muslim, sedekah memiliki keutamaan yang besar walauupun banyak yang meremehkan, sedekah itu termasuk dari ajaran islam ini membuktikan bahwa islam adalah agama kasih sayang tidak seperti yang dikatakan diluar sana bahwa islam adalah agama teroris.
Semua orang mengharapkan kebaikan pada dirinya, dan disitulah islam hadir dengan menawarkan kebaikan-kebaikan hakiki, salah satu yang ditawarkan oleh islam adalah sedekah. Sedekah memiliki banyak macam jenis, semuanya memiliki kebaikan masing-masing dengan keutamaan masing-masing.
Sebagai muslim jangan jadikan sedekah sebagai sesuatu yang memberatkan, di sini kita harus melihat keuntungan sedekah dari kacamata iman bahwa pada hakikatnya dengan sedekah Alloh akan menambahkan rezekinya. Dibawah ini adalah beberapa jenis sedekah yang utama,
1. Sedekah itu memiliki keutamaan jika dilakukan dengan siriyah
Sedekah siriyah adalah sedekah yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi, sedekah macam ini adalah sedekah yang memiliki keutamaan dan lebih diutamakan dikarenakan hal ini lebih dekat kepada ikhlas dan jauh dari penyakit riya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Jika kamu Menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu.” (QS. Al Baqarah: 271)
Perlu diingat bahwa sedekah sembunyi-sembunyi yang paling utama adalah yang diperuntukkan untuk fakir miskin. Dikarenakan ada sedekah yang mau tidak mau harus ditampakkan seperti sedekah membangun masjid, membangun sekolah, membuat sumur dan membekali pasukan jihad dan sebagainya.
Hikmah dari sedekah jenis ini adalah dengan sedekah sembunyi-sembunyi kepada fakir miskin berarti kita telah menutupi aib orang yang kita sedekahkan dan hal ini termasuk dari perbuatan ihsan. Oleh karena itu Nabi SAW memuji kepada pelaku sedekah ini, dan memberikan kabar gembira bahwa mereka termasuk dari golongan yang dinaungi oleh Alloh SWT di hari kiamat kelak.
2. Sedekah itu dalam kondisi sehat
Sedekah dalam kondisi sehat ternyata lebih utama diabandingkan sedekah yang dilakukan pada saat sakit, atau ketika berwasiat pada waktu menjelang ajal. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa ada seorang laki-laki yang datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Wahai Rasulullah, sedekah apa yang paling utama?” Beliau menjawab:
« أَنْ تَصَدَّقَ وَأَنْتَ صَحِيحٌ شَحِيحٌ ، تَخْشَى الْفَقْرَ وَتَأْمُلُ الْغِنَى ، وَلاَ تُمْهِلُ حَتَّى إِذَا بَلَغَتِ الْحُلْقُومَ قُلْتَ : لِفُلاَنٍ كَذَا ، وَلِفُلاَنٍ كَذَا ، وَقَدْ كَانَ لِفُلاَنٍ » .
“Engkau bersedekah dalam kondisi sehat dan berat mengeluarkannya, dalam kondisi kamu khawatir miskin dan mengharap kaya. Maka janganlah kamu tunda, sehingga ruh sampai di tenggorokan, ketika itu kamu mengatakan, “Untuk fulan sekian, untuk fulan sekian, dan untuk fulan sekian.” Padahal telah menjadi milik si fulan.” (HR. Bukhari dan Muslim).
3. Sedekah itu setelah kebutuhan wajib terpenuhi
Dianjurkan sedekah bukan berarti semua harta kita disedekahkan kepada orang lain tanpa sisa akan tetapi harta kita gunakan terlabih dahulu untuk kebutuhan wajib kita setelah itu bersedekahlah secara maksimal,
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan.” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.” (QS. Al Baqarah: 219)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
خَيْرُ الصَّدَقَةِ مَا كَانَ عَنْ ظَهْرِ غِنًى ، وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ
“Sedekah yang terbaik adalah yang dikeluarkan selebih keperluan, dan mulailah dari orang yang kamu tanggung.” (HR. Bukhari)
4. Sedekah itu dengan kemampuan maksimal
Ulama mensyaratkan bagi orang yang sedekah dengan semua hartanya hal ini boleh jika dia memiliki kemampuan, mampu berusaha, bersabar, tidak berutang dan tidak ada orang yang wajib dinafkahi di sisinya. Jika hal ini tidak ada padanya maka sedekah dengan semua harta ini dihukumi makruh.
Imam al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah berkata,
“Hendaknya seorang memilih untuk bersedekah dengan
kelebihan hartanya, dan menyisakan secukupnya untuk dirinya karena khawatir
terhadap fitnah fakir (kemiskinan). Sebab, boleh jadi dia akan menyesal atas
apa yang dia lakukan (dengan berinfak seluruh atau melebihi separuh harta)
sehingga merusak pahala. Sedekah dan kecukupan hendaknya selalu eksis dalam
diri manusia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak
mengingkari Abu Bakar yang keluar dengan seluruh hartanya, karena Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam tahu persis kuatnya keyakinan Abu Bakar dan
kebenaran tawakkalnya, sehingga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak
khawatir fitnah itu menimpanya sebagaimana Beliau khawatir terhadap selain Abu
Bakar. Bersedekah dalam kondisi keluarga sangat butuh dan kekurangan, atau
dalam keadaan menanggung banyak utang bukanlah sesuatu yang dikehendaki
dari sedekah itu. Karena
membayar utang dan memberi nafkah keluarga atau diri sendiri yang memang butuh
adalah lebih utama. Kecuali jika memang dirinya sanggup untuk bersabar dan
membiarkan dirinya mengalah meskipun sebenarnya membutuhkan sebagaimana yang
dilakukan Abu Bakar dan itsar (mendahulukan orang lain) yang dilakukan kaum
Anshar terhadap kaum muhajirin.”
5. Sedekah itu menafkahi anak dan istri
Banyak orang yang tidak mengetahui akan hal ini bahwa menafkahi anak dan istri juga bisa dikategorikan sebagai sedekah mereka hanya mengetahui bahwa sedekah itu hanya jika diberikan kepada fakir miskin saja.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
« دِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِى رَقَبَةٍ وَدِينَارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلَى مِسْكِينٍ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ أَعْظَمُهَا أَجْرًا الَّذِى أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ » .
“Ada dinar yang kamu infakkan di jalan Allah, dinar yang kamu infakkan untuk memerdekakan budak dan dinar yang kamu sedekahkan kepada orang miskin. Namun dinar yang kamu keluarkan untuk keluargamu (anak-isteri) lebih besar pahalanya.” (HR. Muslim)
Wallohua’lam…